Tulisan ini saya mulai dari kata bijak Gorontalo yang pernah saya dengar dari sebuah Youtube Channel.
Batanga Japilohongia| Poopiyohe todudelo| Lipundo lipu loadati| Tunuhiyo sareati|
Uwito tuwotiyo| Manusia moharagawa| Wanu mongaku isilamu| Tuudiyo oadabu|
Kata-kata ini mengajak sesiapa yang menghirup udara di Gorontalo untuk dapat mopoo piyohe dudelo, ja huwata' huwata'. Lalu apa pasal Socrates dibawa-bawa?
Socrates adalah filsuf Yunani yang hidup pada tahun 469 - 399 SM. Pendapat Socrates yang terkenal adalah membangkitkan dalam diri manusia rasa cinta akan kebenaran dan kebaikan. Rasa cinta akan kebenaran dan kebaikan membantu manusia berpikir dan hidup lurus.
Tahun 423 SM sebuah komedi tragis tentang Socrates dipentaskan di Athena. Penulisnya adalah Aristophanes, seorang konservatif yang berseberangan pemikiran dengan Socrates. Socrates digambarkan sebagai seorang guru perusak generasi muda dan oleh karena itu dia patut dibenci. Bagi Aristophanes.
Peradilan diciptakan di Athena. Apologia bahkan tak sanggup membendung hukuman yang jatuh. Meletos, Anytos, dan Lycon telah bersatu. Bukankah Lo iya lo tau wa, Tau wa loloiya, Boodila polulia hi lawo?
Peradilan yang tidak adil membuat Socrates menenggak racun di hadapan murid-muridnya. Segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya semata-mata karena pembunuhan karakter yang dirancang Aristophanes di panggung-panggung hiburan. Telah sampaikah kabar Socrates minum racun? Gnothi Seauthon. Aristophanes!
Ini Gorontalo, bukan Athena - Feb 18th, 2017.
0 komentar:
Post a Comment